Imlek tahun ini terasa begitu berbeda bila dibandingkan Imlek pada tahun-tahun sebelumnya. Sebab, inilah Imlek pertama yang saya rayakan tanpa Gus Dur. Padahal, sangat banyak yang ingin saya ceritakan tentang kebahagiaan Imlek, tetapi sekarang saya tidak tahu Gus Dur berada di mana? Saya juga tidak tahu harus ke mana mencari Gus Dur. Karena itulah, saya menulis dengan harapan di mana pun Gus Dur berada, semoga bisa membaca tulisan ini.
Seorang sahabat bertanya “Apa yang membuatmu begitu mencintai Gus Dur?” Saya hanya memiliki sebuah jawaban: “Karena Gus Dur adalah ayah saya.” Sahabat itu menertawakan jawaban saya. Apakah jawaban saya salah, Gus Dur? Jawaban apa yang harus dikatakan lagi bila Gus Dur sudah memenuhi keinginan saya (untuk merayakan Imlek)? Bukankah hanya seorang ayah yang menyayangi anaknyalah yang mau memberikan apa yang membuat anaknya berbahagia? Karena itu, betapa inginnya saat Imlek ini saya menjura pada Gus Dur. Namun, tampaknya Gus Dur sedang menempuh perjalanan ke sebuah tempat yang lebih tinggi, sehingga saya hanya bisa mengatakan: Gus Dur, xie-xie, semoga Gus Dur sampai kepada Sang Cahaya. Amin.